Jakarta, – Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan lonjakan harga cabai belakangan ini ternyata tak hanya membawa keuntungan bagi pedagang, tapi juga dirasakan oleh para petani komoditas tersebut.
“Ada yang membahagiakan, ternyata dari kenaikan yang ada, petani juga turut menikmati. Jadi jangan sampai hanya pedagang saja. Tentu konsumen juga harus kita perhatikan bersama juga,” kata Syahrul dalam keterangan tertulis, Ahad, 3 Juli 2022.
Syahrul menjelaskan, melejitnya harga cabai menjelang hari raya Idul Adha ini adalah siklus tahunan. Selain itu, gejolak harga komoditas tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi anomali cuaca dan serangan hama penyakit yang masif. Akibatnya, hasil panen petani tidak optimal.
“Ini adalah momentum yang terjadi setiap tahun. Idul Fitri, Idul Adha, Natal dan tahun baru,” ucap Syahrul.
Sebelumnya, pedagang sayur mengungkapkan harga cabai di Pasar Palmerah saat ini mencapai Rp 120 ribu per kilogram atau melonjak hingga lebih dari 100 persen. “Yang paling naik harga cabai rawit merah dan bawang merah. Harga cabai rawit ini mencapai Rp 120 ribu per kilo kalau bawang merah Rp 80 ribu per kilonya,” kata salah satu pedagang, Sumadi pada Ahad, 3 Juli 2022.
Begitu juga dengan sayur kol, buncis, tomat, dan seledri. Sedangkan komoditas yang tidak mengalami kenaikan harga adalah bawang putih, bawang bombay, sawi, dan wortel.
Adapun Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan menunjukkan harga cabai rawit merah rata-rata nasional kini berada di Rp 94.000 per kilogram. Harga tersebut naik 0,97 persen dibanding minggu lalu yaitu Rp 93.100 per kilogram.
Sementara cabai merah besar kini dibanderol Rp 70.800 per kilogram. Harga cabai jenis itu naik 3,22 persen ketimbang minggu lalu. Sedangkan harga cabai merah keriting Rp 74.10 per kilogram atau naik 2,07 persen.
Lebih jauh, Syahrul menyebutkan, belakangan makin melonggarnya pembatasan mobilitas masyarakat mendorong kenaikan permintaan cabai tak hanya oleh konsumsi rumah tangga, tapi juga oleh hotel, restoran hingga kafe. Dengan produksi yang surplus, ia berharap sejumlah daerah yang produksi cabainya berlebih bisa menyuplainya ke daerah lain yang defisit.
Per Juni lalu, Syahrul memaparkan, produksi cabai besar nasional mencapai 78.040 ton dan cabai rawit 1.723 ton. Adapun kebutuhan untuk cabai besar diperkirakan 76.317 ton sehingga neraca cabai besar surplus 1.723 ton.
Untuk cabai keriting juga terdapat surplus, besarnya 1.403 ton karena kebutuhan nasional bulan Juni diperkirakan 72.159 ton. Data early warning system (EWS) bulan Juni hingga Juli menunjukkan ketersediaan cabai baik cabai besar maupun cabai rawit di Kabupaten Sumedang juga mengalami surplus.
Sementara untuk produksi cabai besar dan rawit bulan Juni sebanyak 515 ton dan 393 ton. Adapun kebutuhan cabai besar dan rawit masing-masing sebesar 324 ton dan 307 ton. Sedangkan untuk bulan Juli, produksi cabai besar dan rawit mencapai 500 ton dan 337 ton, sedangkan kebutuhan untuk kedua cabai tersebut adalah 353 ton dan 321 ton.
Sumber : Bisnis Tempo.co