JOURNALPOS – Krisis biaya hidup makin mengguncang negara Inggris membuat jutaan warga rela tidak makan demi membayar tagihan listrik yang melonjak tinggi.
Imbas dari krisis biaya hidup di negara Inggris tersebut hingga membuat sejumlah wanita menjadi pekerja seks komersial atau PSK.
Menurut laporan The Guardian, jejak pendapat dari studi Money Advice Trust memuat hampir 20 persen orang dewasa Inggris atau 10,9 juta orang menunggak tagihan.
Jejak pendapat yang dijalankan badan amal Inggris tersebut dilakukan ke 2.000 orang dewasa Inggris pada Agustus tahun 2022
Angka ini melonjak naik 3 juta atau sekitar 45 persen sejak perhitungan terakhir di Maret pada tahun yang sama.
Bukan hanya itu, berdasarkan survei, terdapat 5,6 juta warga rela tak makan dalam tiga bulan terakhir sebagai akibat dari krisis Inggris ini.
Survei juga mengungkap fakta lain bahwa hampir 8 juta orang telah menjual barang pribadi atau rumah tangga untuk membantu menutupi tagihan.
“Banyak rumah tangga sudah menghadapi pilihan yang tidak mungkin, seperti memasak makanan mana yang harus dilewati hanya untuk menyalakan lampu,” kata Kepala Eksekutif Money Advice Trust.
Jaminan pemerintah PM Baru Inggris, Elizabeth Truss, yang membatasi kenaikan harga energi memang meredakan ketakutan akan kenaikan tagihan di masa depan, tetapi bagi jutaan warga Inggris hal tersebut tidak sepenuhnya terjadi.
Badan amal Inggris itu meminta pemerintah untuk menggunakan anggaran semaksimal mungkin untuk memberikan dukungan yang ditargetkan bagi mereka yang berpenghasilan terendah.
Money Advice Trust pun mengatakan rumah tangga memiliki sedikit atau tidak ada ruang gerak yang tersisa dalam anggaran mereka untuk mengatasi kenaikan harga.
Sebanyak 41 persen telah memotong semua pengeluaran yang tidak penting, naik tujuh poin persentase dari jajak pendapat Maret.
Badan amal itu menegaskan penelitian menunjukkan bahwa kenaikan harga energi yang tinggi telah menjadi tidak terjangkau bagi jutaan orang.
Di mana sekitar 10,7 juta telah melihat tagihan energi mereka naik menjadi 100 pound atau lebih sebulan sejak April 2022.
Sementara itu, kenaikan biaya hidup juga membuat ramai wanita Inggris memilih bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK) sejak awal Juni.
Mengutip data English Collective of Prostitution, jumlah perempuan yang masuk dalam bisnis prostitusi meningkat 1/3 angka biasanya karena biaya hidup yang tinggi.
“Krisis biaya hidup sekarang mendorong wanita menjadi pekerja seks dengan berbagai cara. Apakah itu di jalan, di tempat atau online,” kata Juru Bicara English Collective of Prostitution Niki Adams.
“Secara keseluruhan apa yang kami lihat adalah orang-orang datang ke pekerjaan itu dari tempat yang putus asa,” tambah Adams.
Ia pun memberikan contoh nyatanya seperti seorang ibu dengan empat anak, kini menjadi PSK pasca kehilangan uang dan tak masuk salah satu penerima bantuan tunai di Inggris yakni Universal Credit.
“Dia mulai melakukannya beberapa malam dalam seminggu di jalanan. Ini cukup untuk membayar setiap tagihan,” kata Adams.
Tak hanya Adams, CEO lembaga pendukung pekerja seks MASH, Annie Emery, juga mengakui hal serupa.
CEO itu mengatakan bahwa lebih banyak perempuan yang menghubunginya untuk menjadi PSK demi bisa hidup dan mendapatkan tempat tinggal.
Menurutnya, pandemi Covid-19 memang memperburuk kehidupan perempuan yang sudah berada dalam situasi sulit, ditambah perang Rusia-Ukraina yang membuat harga energi dan pangan meroket.
“Saat Covid-19 melanda, kami melihat kenaikan angka perempuan yang kehilangan pemasukan mereka hanya dalam waktu semalam, membutuhkan paket pangan darurat, yang diusir dari tempat tinggalnya, atau tak dapat melakukan isolasi,” kata Emery.
Ia juga mengatakan kenaikan biaya hidup di Inggris membuat beberapa kelompok dalam situasi sulit seperti pengasuh anak tak dibayar dan pekerja dengan kontrak nol/jam berada dalam situasi terjepit.
“MASH berdiri selama 30 tahun dan kami khawatir kami mulai kembali berhubungan dengan perempuan yang sebenarnya sudah lepas dari bidang pekerja seks bertahun-tahun lalu,” katanya.
“Jelas bahwa kesulitan finansial mereka membuat perempuan memiliki opsi yang terbatas,” tutup Emery.***