Gelar Sedekah Bumi di Telaga dan Masjid, Bentuk Wujud Syukur Masyarakat Desa Lamongan


JAWA TIMUR, Lamongan – Sebagai wujud rasa syukur atas hasil panen yang didapat, masyarakat di Desa Kedungasri, Kecamatan Kembangbahu, Lamongan menggelar tradisi sedekah bumi, di sendang atau telaga desa setempat.

Tradisi sedekah bumi ini merupakan salah satu kearifan lokal adat istiadat yang masih bertahan di Lamongan hingga kini. Prosesi sedekah bumi ini sudah berlangsung secara turun temurun sejak dari nenek moyang masyarakat Lamongan.

Saat tradisi sedekah bumi ini berlangsung, tampak para warga Dusun Kedungori, Desa Kedungasri secara beriringan membawa nampan yang sudah terisi makanan dan jajanan untuk dibawa ke sendang atau telaga desa setempat.

Kepala Desa Kedungasri, Sulkan menyampaikan bahwa sejak pagi tadi, tepatnya sejak usai salat subuh warga desa telah berduyun-duyun menuju ke telaga atau sendang untuk menyemarakkan tradisi sedekah bumi ini.

Menurutnya, tradisi ini dilakukan sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen dan hasil bumi yang didapatkan oleh warga. Secara serentak, warga membawa ambeng, tumpeng, dan beragam makanan ke telaga desa.

“Selain menumbuhkan rasa syukur kepada Tuhan, kegiatan ini juga dilakukan untuk memupuk rasa kerukunan antar masyarakat,” ujar Sulkan kepada wartawan usah tradisi sedekah bumi, Jumat (3/6/2022).

Sulkan menambahkan, tradisi sedekah bumi di desanya ini digelar setiap tahun. Hanya saja saat Pandemi Covid-19 merajalela selama dua tahun terakhir, tradisi ini sempat terhenti.

“Sudah tradisi setiap tahun kami menggelar sedekah bumi ini, tapi sempat terhenti akibat pandemi 2 tahun lalu dan baru sekarang ini kita adakan lagi dengan titik kumpul di sendang,” terangnya.

Lebih lanjut Sulkan menjelaskan, setelah nampan berisi jajanan dan tumpeng dibawa ke telaga desa, warga kemudian duduk mengelilingi telaga secara bersama-sama untuk napak tilas seperti yang biasa dilakukan oleh sesepuh desa sejak dulu.

Selang beberapa saat kemudian, kata Sulkan, nampan yang berisi makanan dan tumpeng itu dibawa ke masjid. Sesampainya di masjid inilah, para warga lalu berdoa bersama. “Setelah berdoa, sejumlah makanan itu lalu dibagikan dan dilanjutkan makan bersama,” imbuhnya.

Sulkan juga menyampaikan, masyarakat sangat antusias dalam mengikuti tradisi ini. Bahkan, para warga yang tinggal jauh dan merantau pun banyak yang pulang kampung karena tak ingin melewatkan tradisi yang digelar sekali dalam setahun ini.

“Sudah tradisi sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen kami selama setahun ini. Tradisi ini sangat ramai, banyak warga yang merantau juga menyempatkan pulang untuk mengikuti tradisi sedekah bumi,” paparnya.

Sementara itu, pemerhati budaya Lamongan Navis Abdul Rauf, menuturkan bahwa upacara sedekah bumi merupakan salah satu upacara adat berupa prosesi seserahan hasil bumi dari masyarakat kepada alam. “Kearifan lokal adat istiadat yang tetap bertahan di beberapa desa di Lamongan, salah satunya memang sedekah bumi ini,” kata Navis.

Ia juga menjelaskan, upacara sedekah bumi yang berlangsung secara turun temurun ini biasanya ditandai dengan pesta rakyat yang digelar di balai desa, di lahan pertanian maupun tempat-tempat yang dianggap sakral oleh masyarakat.

Lebih khusus mengenai tradisi sedekah bumi yang digelar di Dusun Kedungori, Desa Kedungasri ini, Navis menilai jika tradisi tersebut tergolong sangat unik. Pasalnya, kegiatan atau prosesi sedekah buminya dilakukan di 2 tempat, yakni di telaga sekaligus di masjid desa setempat.

Selain itu, Navis mengatakan, keunikan lain dari tradisi ini yakni digelar pada hari Jumat dengan hari pasaran tertentu usai semua warga panen. “Kalau biasanya di tempat lain lokasinya di makam ataupun di tempat-tempat keramat lainnya, di desa ini digelar di sendang,” katanya.

Dipilihnya telaga sebagai tempat untuk melakukan tradisi bumi oleh warga Kedungasri ini, Navis mengungkapkan kalau kemungkinan besarnya karena memang ada keterkaitan dengan asal usul desa setempat.

“Telaga dalam bahasa Jawa juga disebut dengan Kedung. Jika dilihat dari penamaan dusun maupun desa di wilayah tersebut kebanyakan diawali dengan toponim Kedung, yang menurut KBBI artinya adalah lubuk atau bagian sungai yang terbendung,” tandasnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button