PR Siswa SD dan SMP Di Surabaya Dihapus, Jadi Pro Kontra Wali Murid

JOURNALPOS – Dinas Pendidikan Surabaya akan membebaskan pekerjaan rumah atau PR. Bebas PR ini akan diterapkan untuk mengurangi beban tugas kepada pelajar SD dan SMP. Sehingga waktu belajar anak hanya di sekolah saja.

Beragam respons para orangtua atau wali murid wacana soal bebas PR untuk anak-anaknya yang masih duduk di bangku SD-SMP. Ada yang setuju, ada pula yang tidak setuju.

Anggraini, ibu dari siswa yang sekolah di SDN Manukan Kulon kelas 6 menolak jika PR dihapus. Sebab, waktu anak lebih banyak di rumah. Jika tidak diberikan PR, anak akan makin banyak bermain daripada belajar.

“Tidak setuju, karena tidak full day. Anak-anak SD butuh PR biar belajar di rumah karena ada banyak waktu. Bisa mengulang pelajaran yang didapat di sekolah, waktunya juga lebih banyak di rumah. Karena kalau nggak ada PR banyak mainnya, karena lebih banyak waktu luang di rumah,” kata Anggra saat dikonfirmasi, Kamis (20/10/2022).

Tak jauh berbeda dengan Nana (45) warga Jalan Bung Tomo Ngagel. Wali murid siswa SD Negeri tidak setuju dengan penghapusan PR. Menurutnya, dengan adanya PR ini bisa menstimulus otak anak untuk berfikir, asal PR-nya tidak berat. Sebab, kalau anak sudah pegang gadget di rumah susah untuk dilepas.

“Akhirnya uring-uringan (Para orangtua). Iya kalau punya uang disibukkan dengan les sana sini. Nah kalau yang pas-pasan ya anaknya di rumah saja. Pulang sekolah ya main bersama teman dan ngegame. Nanti salah pergaulan lagi, ngenes lagi orang tuanya. Saya nggak setuju,” tandasnya.

Sementara Catur Irawan warga Banyu Urip, ayah siswa SMP Muhammadiyah 5 Pucang kelas 7. Dia mengaku setuju dengan kebijakan Pemkot Surabaya menghapus PR, karena waktu anak lebih banyak di sekolah dari pagi hingga sore.

“Setuju, karena full day terus dikasih PR istirahatnya kapan. Buat dia santai nggak ada. Jadi tugas diselesaikan di sekolah. PR terus setiap hari (diberikan),” kata Catur kepada detikJatim.

Sama halnya dengan Desi warga Manukan. Orangtua siswa SMPN 3 kelas 9 ini setuju PR ditiadakan. Apalagi digantikan dengan pendidikan karakter.

“Setuju untuk pendidikan karakter, karena anak saya full day pulangnya jam 15.00 WIB. Pendidikan karakter perlu sekali. Kalau dikasih PR itu waktunya tersita lagi, biar ada istirahatnya di rumah. Kemarin nggak ada PR,” jelasnya.

Begitu pula dengan Dadang warga Medokan Ayu. Ayah dari siswa SD Muhammadiyah 27 kelas 4 ini mengharapkan bebas PR ini membuat anaknya sedikit rileks.

“Setuju, kalau yang sekolah full day. Tapi kalau nggak full day dikasih PR nggak papa. Karena kasihan pulangnya sore,” ujar Dadang.

Sebelumnya Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Yusuf Masruh akan menghapus PR pelajar SD dan SMP. Sehingga, waktu belajar anak hanya di sekolah.

Menurut dia, dengan penghapusan PR ini diharapkan siswa SD dan SMP bisa menggunakan waktunya untuk melakukan aktivitas lain. Seperti membantu orang tua hingga mengaji di Taman Pendidikan Al-Quran (TPA).

Sedangkan di sekolah, selain belajar akademik, juga akan fokus pada pembentukan karakter siswa. Seperti bagaimana cara mereka dalam menyelesaikan permasalahan dengan teman sebayanya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button